Lilypie 2nd Birthday PicLilypie 2nd Birthday Ticker GayaMu... CantikMu...: January 2007

GayaMu... CantikMu...

Wednesday, January 31, 2007

How to start a business...

Akhir-akhir ini banyak sekali pertanyaan yang masuk ke info at
bundainbiz.com mengenai langkah pertama apa yang harus dilakukan
dalam memulai sebuah bisnis -- baik offline maupun online – terutama
untuk ibu-ibu yang sedang, akan, atau ingin bekerja dari rumah
menjadi seorang work at home mom.

Terus terang, pertanyaan ini cukup membuat saya berfikir. Karena
jawabannya tentu bisa beragam. Bisa dari segi biaya atau modal,
minat, keahlian, pembagian waktu dengan keluarga dan masih banyak
lagi.

Rasanya, banyak juga ibu-ibu teman saya yang `terjun bebas' begitu
saja dalam dunia perbisnisan tanpa persiapan yang terlalu serius.
Sebaliknya, yang penuh pertimbangan juga ada.

Bagi anda yang meneruskan bisnis orangtua misalnya, mungkin pilihan
pertama menjadi `tidak apa-apa" pada awalnya namun bagi anda yang
betul-betul baru akan memulai berbisnis, akan lebih baik bila
mempersiapkan sebuah perencanaan bisnis yang lebih fokus.

Setelah cukup lama brainstorming dengan suami (yang kadang ditimpali
berbagai jawaban lucu dari si sulung saya yang tidak mau kalah dengan
ayahnya), surfing di internet juga mendapat masukan dari upline,
akhirnya saya menyimpulkan bahwa sebetulnya yang namanya perencanaan
bisnis bisa berbentuk sangat rumit…namun bisa juga sangat sederhana.

Satu hal yang paling simple dalam menyusun perencanaan bisnis adalah
dengan membuat daftar pertanyaan (dan menjawabnya tentu saja) yang
berhubungan dengan bisnis atau ide bisnis yang anda punyai.

Berikut ini ada beberapa contoh pertanyaan yang sebaiknya dijawab
sebelum memulai sebuah bisnis (dikembangkan dari beberapa pertanyaan
yang tercantum dalam buku karangan Liz Folger, "The Stay-at-Home
Mom's Guide To Making Money") :

1. Sebetulnya apa bisnis anda? Terangkan dalam satu atau dua kalimat
saja. Apabila anda tidak bisa melakukan ini, coba pikirkan kembali
untuk lebih mengfokuskan ide tersebut.

2. Apa saja yang akan dibutuhkan oleh bisnis tersebut? Jangan lupa
sertakan alasan-alasan mengapa anda memerlukan hal tersebut.
Misalnya: kartu nama, flyers, website, dll.

3. Apa yang ingin anda capai dari bisnis tersebut dalam waktu
setahun, tiga tahun bahkan lima tahun yang akan datang? Bisa dari
segi pemasukan tentunya, bisa juga hal besar seperti branding dan
lain sebagainya.

4. Dengan cara apa bisnis tersebut dibiayai? Tabungan, kartu kredit
atau pinjaman bank?

5. Peralatan perkantoran apa saja yang akan diperlukan dan berapa
biayanyanya? Misalnya: komputer, fax, printer, pengurusan nama PT,
etc.

6. Siapa yang menjadi target konsumen? Coba deskripsikan target
konsumen anda.

7. Siapa yang kira-kira akan menjadi kompetitor dalam menjalankan
bisnis ini?

8. Apa yang menjadikan bisnis ini berbeda dari bisnis kompetitor
anda? Misalnya: dari segi harga, kualitas, service yang unik, etc.

9. Dimana kantor utama bisnis anda ini, apakah di rumah? Apakah akan
memerlukan biaya tambahan untuk membuat "wilayah kerja" di rumah anda
menjadi lebih nyaman?

10. Siapa yang akan mengawasi anak-anak saat anda sedang bekerja (di
rumah)?

11. Bagaimana dukungan suami dalam bisnis tersebut? Sejauh apa peran
suami dalam membantu menjalankan bisnis ini?

Sekilas, pertanyaan-pertanya an diatas seperti tidak penting ya?

Namun, saya sendiri menyadari bahwa dibalik keengganan saya dulu
menjawab dan membahas contoh pertanyaan diatas sebetulnya ada hal
yang lebih besar. Ada rasa takut (memikirkan) konsekuensi seandainya
bisnis ini gagal.

Padahal, ini adalah hal utama yang juga harus kita siapkan sebelum
memulai sebuah bisnis serta mepersiapkan solusi bagi aneka
permasalahan yang mungkin timbul saat ide bisnis anda menjadi sebuah
kenyataan.

Jadi, tunggu apa lagi? Saat ide itu datang, langsung duduk manis dan
cobalah jawab pertanyaan-pertanya an diatas, siapa tahu, hasilnya akan
menjadi sebuah awal yang luar biasa untuk anda, keluarga dan bisnis
anda!

Dikutip dari tulisan Nadya yg direlease di milis bundainbiz 18 Jan 2007

Sama-Sama Raja

Saya sering membaca, melihat, mendengar, dan kadang mngatakan sendiri keluhan-keluhan mengenai penjual, baik yang online maupun offline. Dulu saya selalu berpegang pada kalimat bahwa: "Pembeli adalah Raja". Makanya saya jadi, maaf, terkadang agak semena-mena
terhadap penjual, terutama soal harga. Ibarat kata, kamu gak kasih ya saya gak beli.

Dan guess what, sekarang saya jadi pedagang. Sekarang saya yang berada diposisi yang dulu saya anggap remeh. Dan sekarang saya merasakan sendiri apa akibat perkataan "Pembeli adalah Raja".

Mungkin benar pembeli berhak memilih kepada siapa dia akan membeli sesuatu barang, pedagang A atau B. Dia berhak menawar harga apabila memang bisa ditawar.

Tapi jangan lupa, Penjual juga Raja. Penjual berhak menentukan harga jual barang, penjual berhak menentukan kepada siapa dia menjual barangnya, dan yang paling utama... penjual juga berhak diperlakukan secara terhormat oleh pembeli.

Selama beberapa waktu yang masih sangat singkat ini berperan sebagai part time entrepreneur, saya bertemu berbagai macam pelanggan. Mulai dari yang bersikap sangat, bahkan kadang terlalu, baik pada saya, sampai yang mengata-ngatai saya pelit.

Dari yang mau mengerti bahwa pemberian diskon juga berarti ada pengurangan sedikit fasilitas (saya menganut sistem win win solution, di mana bila ada permintaan discount dari pelanggan dan memungkinkan untuk diberi, pelanggan juga diberi pengertian bahwa discount tersebut akan mengakibatkan sedikit pengurangan dari service), sampai yang menganggap saya
tidak menyenangkan pelanggan.

Dari yang sangat kritis membaca setiap kata dari penawaran saya dalam email, sampai yang berkali-kali menanyakan hal yang sama, yang padahal sudah jelas tercantum dalam email penawaran.

Dari yang sabar menunggu follow up dari saya, sampai yang menyebut saya tidak serius bekerja karena belum mendapat email balasan dari saya. Memang bukan alasan, tapi saya mohon kemaklumannya (bener gak nih kata-katanya :D), bahwa saya juga masih bekerja di
bawah orang lain sebagai pekerjaan inti, dan sangat menyita waktu saya.

Sebagai pribadi yang mudah tersulut emosinya macam saya, sangat menggoda sekali rasanya membanting telepon, tidak membalas email atau chat, atau sekedar melontarkan kata-kata ketus. Tapi kemudian saya ingat kembali kalimat "Pembeli adalah Raja", dan hanya bisa
menarik napas panjang dan menghitung sampai sepuluh untuk meredam amosi (agak sulit kalau lagi PMS begini hehehe).

Maka belakangan ini saya mulai mempertanyakan diri sendiri apabila hendak mengajukan komplain mengenai entrepreneur lain. Benarkah apa yang saya lakukan? Benarkah saya juga sudah bersikap baik kepadanya? Apakah saya sudah menyinggung perasaannya? Bukankah
apabila saya mau dianggap Raja, saya juga harus memperlakukan pihak seberang sebagai Raja?

Mohon maaf, tulisan ini tidak dibuat untuk menyinggung, menyindir apalagi menyakiti siapapun, hanya sebagai share dari introspeksi diri saya saja.

Have a nice day :)

dikutip dari tulisan Nita Sellya (www.bundainbiz, 18 Jan 2007)